PENGUSAHA.CO.ID

Kumis Adam, Murah Grab, dan Cerita di Balik Strategi yang ‘Awet’*

 


Kumis Adam, Murah Grab, dan Cerita di Balik Strategi yang ‘Awet’

Oleh: Kang Apik – Komunet | Konsultan Bisnis & Komunikasi Strategis

Beberapa waktu lalu, saya cukup mengernyitkan dahi saat pertama kali melihat iklan terbaru Grab. Bukan karena pesan promosinya yang aneh atau membingungkan. Justru sebaliknya—iklan itu terlalu sederhana, terlalu absurd, sampai-sampai terasa… jenius.

Grab, penyedia layanan transportasi dan pesan-antar yang kita semua kenal, tiba-tiba menggaet Adam Suseno sebagai model iklan mereka. Ya, Adam—suami dari diva dangdut Inul Daratista, yang dikenal luas bukan karena suaranya, melainkan karena… kumisnya. Tagline-nya pun tak kalah nyentrik: “Mas Adam Awet Kumisnya, Grab Awet Murahnya Tiap Hari.”

Kenapa Kumis?

Pertanyaan ini sempat menggelitik benak saya. Apa daya tarik dari kumis Pak Adam, hingga layak dijadikan simbol untuk mengangkat citra layanan Grab?

Ternyata jawabannya tidak sesederhana tampaknya. Kumis Adam bukan hanya sejumput rambut hitam yang bertahan di atas bibir. Kumis itu adalah identitas.Ia adalah bentuk konsistensi visual selama lebih dari lima dekade. Dalam dunia branding, konsistensi adalah salah satu nilai paling berharga. Kumis itu awet, tak berubah, dan menjadi trade-mark Adam. Nah, nilai keawetan inilah yang ditransfer ke brand Grab. Murahnya Grab pun diasosiasikan sebagai sesuatu yang awet, bukan promo sesaat.

Dengan demikian, Grab melakukan sebuah langkah kreatif: memadukan simbol budaya pop yang absurd dengan pesan produk yang lugas. Hasilnya? Komunikasi yang ringan, lucu, mudah diingat, tapi tetap strategis.

Ini Humor Receh?

Bisa dibilang iya. Tapi bukan receh sembarangan. Ini receh yang disusun rapi, dengan maksud besar: membuat pesan lebih lekat di benak masyarakat. “Ingat kumis Adam yang awet, ingat Grab yang murahnya awet.” Itu pesan intinya.

Strategi di Balik Kumis

Secara teori komunikasi dan pemasaran, strategi ini termasuk dalam kategori “celebrity endorsement” atau “brand ambassador”. Dalam pendekatan ini, sebuah merek menggandeng figur publik untuk membangun daya tarik dan kredibilitas produk mereka.

Strategi ini bertumpu pada dua pilar:

1. Asosiasi Brand-Persona: Konsumen mengaitkan citra sang figur dengan produk.

2. Transfer Makna (Meaning Transfer): Nilai-nilai yang melekat pada si figur ditransfer ke merek yang diiklankan.

Dalam kasus ini, nilai "awet dan konsisten" dari kumis Adam ditransfer ke nilai "murah dan terus-menerus" dari layanan Grab.

Apa Untungnya Pakai Figur Publik?

Paling tidak, ada empat keuntungan utama dari strategi ini:

1. Meningkatkan Brand Awareness. Wajah familiar seperti Adam Suseno otomatis menarik perhatian, bahkan hanya lewat satu scroll di media sosial.

2. Menambah Kredibilitas. Sosok yang dikenal luas memberikan rasa percaya tambahan, apalagi jika figur itu punya citra positif.

3. Menciptakan Koneksi Emosional. Fans Adam (dan mungkin fans Inul?) akan lebih terhubung dengan brand yang ia wakili.

4. Diferensiasi dari Kompetitor. Di tengah banyaknya layanan sejenis, asosiasi unik ini menjadikan Grab tampil beda.


Belajar dari Nike dan Michael Jordan

Strategi celebrity endorsement bukan barang baru. Salah satu contoh paling legendaris adalah kemitraan antara *Nike dan Michael Jordan* di tahun 1980-an. Saat itu, Jordan bahkan ditolak Adidas dan Converse. Namun Nike mengambil risiko, membuat sepatu khusus bernama *Air Jordan*, dan hasilnya? Fantastis. Di tahun pertama saja, Nike meraup 100 juta dolar dari lini ini.

Hingga hari ini, kemitraan ini tak hanya mengubah wajah Nike, tapi juga lanskap pemasaran olahraga dunia. Tahun 2019, Nike menguasai 86% pasar sepatu basket dan mengalahkan Adidas dalam hal pendapatan.

Tapi Tak Semua Glamor…

Meski menjanjikan, strategi celebrity endorsement juga bukan tanpa risiko. Pertama, biayanya tinggi. Kedua, reputasi brand ikut terancam jika si figur tersandung kasus atau kontroversi. Dalam dunia yang serba cepat seperti sekarang, satu skandal saja bisa meruntuhkan brand image yang dibangun bertahun-tahun.

Penutup


Apa yang dilakukan Grab dengan "Kumis Adam" adalah contoh cerdas bagaimana sebuah brand bisa memainkan simbol budaya secara strategis. Humor receh yang dikemas serius. Simbol lokal yang ditarik ke level nasional. Ini adalah bentuk komunikasi strategis yang berakar pada budaya, berorientasi pada pasar, dan berjiwa kreatif. 

Jadi, lain kali Anda melihat iklan yang tampak “nggak penting”, cobalah berhenti sejenak dan berpikir: mungkin justru itu yang membuatnya penting.

Salam Strategis,

Kang Apik

Komunet – Konsultan Bisnis & Komunikasi Strategis